Ini rahasiaku tak ada gelap segelap jauh darimu
Tak ada terang yang seterang sinarmu
Tak ada lagi bintang hidupku
Ketika bayangmu menjauh membentang kau buat rindu dan harapku melayang- layang
Kamu pernah menjadi senja menenggelamkan semua
Kini yang tersisa hanya aroma tawa
yang tersisa hanya harum air mata
Lalu aku mencari suara, kuobrak abrik namamu
Aku mencari wujudmu
Aku mencarimu dan terus mencarimu
-AldyanIskandar
"Get some rest." itulah pesan terakhirku untukmu, apa kau sedang beristirahat hari ini? Beristirahat dari hiruk pikuk dunia, beristirahat dariku, beristirahat di pelukan yang berbeda lagi. Aku masih mencoba melupakanmu, hati ini sudah cukup lelah karena jatuhnya lalu saat ini dia menanggung beban lagi untuk melupakanmu.
Aku pernah sekali menyerah padamu, dan kali ini aku menyerah pada hati sendiri. Aku menyerah untuk membungkam hatiku yang selalu melafalkan namamu dengan lantangnya pada pikirku. Hatiku menciptakan ilusi tentang dirimu, membuatku berdelusi dan meyakini bahwa kau diciptakan Tuhan dari tulang rusukku. Aku sudah cukup egois dan kali ini hatiku memperbesar egoku dengan miliknya.
Demi Tuhan, aku tak pernah mau mengganggumu lagi dengan setiap aksara yang berbaris di note selulerku lalu menggenang di laman digital yang bisa dilihat semua orang tapi hati adalah bagian dari manusia yang tak bisa dibohongi, meski sangat pintar membohongi. Hatiku berbicara bahwa aku telah menggenggammu, memeluk tubuhmu, mengekang hatimu dengan tali yang sekuat serat ganja namun faktanya, aku hanya menggenggam angin.
Di usia mudaku ini aku sudah melewati berjuta-juta pengalaman dari yang indah hingga yang paling memilukan, dari indahnya pertemuan hingga pedihnya perpisahan. Namun, sungguhpun aku tak pernah merasa pertemuan seindah denganmu juga perpisahan sepedih denganmu. Mungkin kau berpikir bahwa aku hanyalah lelaki yang senang mengeluh dengan angan yang tiap hari membumbung tinggi. Terserah padamu ingin menganggapku manusia seperti apa, karena, aku adalah apa yang kau inginkan dan kau butuhkan. Kau ingin seorang teman, maka aku adalah teman bagimu, kau ingin seorang musuh, maka aku adalah musuh bagimu dan bila kau butuh bantuan, sandaran atau sekadar kertas tissue untuk mengeringkan air matamu, maka jangan sekalipun kau ragukan aku.
Aku bisa menjadi apapun bila itu untukmu. Namun, pada dasarnya, aku hanyalah hama yang merusak hidupmu dengan anak-anakku yang tertabur di kertas, di note, di laman digital, bahkan aku melahirkan anak-anakku di mata lelakimu.
Aku adalah iblis yang mengagumimu dengan cara neraka.
22 Oktober 2016
"Saya tidak pernah membunuh siapapun seumur hidup saya, apalagi membunuh sahabat saya sendiri." kata seorang wanita sembari menangis tersedu-sedu di tengah ruangan pengadilan.
"Tersangka Reina di hukum 20 tahun penjara." kata hakim sembari tiga kali mengetuk palu.
Pengadilan pun dibubarkan.
-*-
Di sebuah kantor pribadi yang megah dan mewah, seorang lelaki gendut tersenyum melihat keputusan hakim di televisi. Ia meraih ponsel di meja kerjanya dan menekan dua belas kombinasi angka, telepon pun tersambung.
"Good play out there," pria itu terkekeh
"Tetaplah bermain, untuk saat ini sudah tidak penting main cantik atau jelek sekalipun. Kekalahan kamu adalah kemenangan kita semua, permainan ini masih panjang. Tetaplah jadi pusat perhatian, media sudah saya kontrol. Selamat bermain dan sampai jumpa." lelaki itu menutup teleponnya dan seringai menyeramkan semakin melebar di wajahnya yang sebagian gelap karena cahaya di ruangan yang redup.
Lelaki itu semakin menang dalam kekalahan cantik orang lain yang telah dia atur sendiri. Belakangan ini, media dipenuhi oleh tayangan langsung pengadilan suatu kasus pembunuhan yang mengudara lebih dari 10 jam sehari tanpa jeda iklan. Tiga stasiun televisi besar Indonesia tak pernah absen menayangkan pengadilan tersebut, namun tak pernah ada yang menyadari bahwa tangan-tangan gelap bermain di belakang sederet media massa, juga tak pernah ada yang menyadari bahwa proses peradilan ini adalah opera sabun terlaris dengan biaya produksi termurah yang pernah di-publish oleh stasiun televisi Indonesia.
Kring.... Kring....
"Halo." bicara lelaki itu pada orang di sebrang telepon.
"Lancarkan rencana selanjutnya, keberhasilan dia menjabat di kota ini adalah tujuan kita yang sesungguhnya. Setelah ia berhasil dan memperpanjang masa jabatannya selama 5 tahun lagi, kita semua besar juga kecil akan menjadi manusia penguasa di negeri indah ini." lelaki gendut itu tertawa keras hingga terbatuk-batuk, lalu seketika wajahnya menjadi datar kembali setelah lawan bicara tak kasat matanya berbicara.
"Itu hal mudah, bunuh saja. Semoga Tuhan bersama kita." balas lelaki itu lalu meletakkan gagang teleponnya.
Sambungan terputus...
Seberkas cahaya mentari menyentuh jemari kaki yang kedinginan, seakan-akan semesta tahu apa yang penghuninya butuhkan. Seiring terhangatkan kaki, pikiran pun mulai berjalan yang kemudian mengontrol dan mengatur seluruh bagian tubuh. Jam enam tepat, masih terlalu pagi untuk membuka mata di hari libur tapi waktu yang pas untuk menikmati sensasi pagi bersama beberapa batang rokok dan secangkir kopi.
Kicauan burung tetangga menjadi obat stress tersendiri di pagi hari, dan itu gratis. Kini rokok dan kopi sudah habis, kicauan burung tetangga pun tiba-tiba berhenti, mungkin burungnya lemas dan lelah? Entahlah. Sekarang jam sembilan, entah berapa batang rokok habis selama dua jam tadi yang jelas waktu tak terasa kian memakan kita. Dua jam tadi aku habiskan dengan pikiran yang melancong ke mana-mana, dari satu problem ke problem lain, dari satu gagasan ke gagasan lain, dari satu rencana ke rencana lain, terlalu banyak tujuan tadi hingga pada akhirnya aku memutuskan untuk mengistirahatkan pikiran dengan melakukan perjalanan sederhana di kamar kecilku ini.
Dengan selembar 'kertas dewa' di ujung telunjuk, perjalanan pun dimulai.
Satu buku dan pena sudah tersedia di hadapanku, juga tak ketinggalan musik dari Tame Impala dan Pink Floyd yang mengalun indah dari speaker ponselku. Gambaran demi gambaran silih berganti muncul di hadapanku pada jam-jam pertama efek kertas itu tiba.
Pola-pola berwarna cerah hilir mudik seperti lalu lintas yang ramai, mereka menari-nari mengikuti alunan lagu Cause I'm a Man milik Tame Impala. Aku menutup mata dan perjalanan acak mengambil langkah pertamanya, aku berjalan menuju kaki kecilku lalu masuk ke lapisan kulit dan memerhatikan aliran darah yang tenang. Aku menyusuri sungai darah untuk menuju hulu dimana aliran darah ini bermula.
Semakin jauh berjalan, semakin deras aliran darah merah cerah ini, saat aku tiba di pusat aliran ini aku terbawa hanyut dan seketika tiba di ruangan aneh yang tepat di tengah ruangan terdapat satu bulatan daging yang rumit, aku berada di dalam tempurung kepala, di pusat kendali tubuh, otak.
Jalinan daging otak yang rumit sangatlah menakjubkan hingga aku hanya bisa ternganga melihat karya Tuhan yang ada di tubuhku ini. Aku mencoba menembus daging rumit itu lalu masuk ke dalam dan menemukan langit penuh bintang yang saling dihubungkan oleh semacam kilatan acak yang membuat bintang-bintang itu makin menyala terang. Saat aku melihat ke bawah, aku sedang berdiri di atas pijakan tak kasat mata.
Aku berjalan sembari mendongak melihat bintang yang berkerlip-kerlip ria, hingga aku tak lagi berdiri di pijakan tak terlihat itu, aku jatuh ke bawah menuju dasar yang gelap kemudian aku menemukan pintu kayu besar bertuliskan "UNIVERSE" melengkung berwarna terang.
Aku membuka pintu besar itu dan terlihatlah ruangan super besar semacam perpustakaan berbentuk hexagonal, rak-rak buku terbaris rapi di tiap sisi ruangan. Ini adalah Mind Palace yang aku ciptakan, perpustakaan ingatan milikku. Di setiap rak buku bertuliskan kategori-kategori ingatan yang aku atur sendiri, sastra, filsafat, matematika, quotes, lifehacks dan sebagainya. Di tengah ruangan, berdiri satu layar besar yang menjulang ke langit-langit tanpa atap, layar itu tiba-tiba memutar ingatan masa lalu dari perspektifku sendiri, dari masa lalu yang indah hingga menyakitkan, aku menikmati film kehidupanku sendiri. Kehidupanku, ingatanku dan pikiranku adalah alam semesta.
Aku membuka mata dan kembali duduk di kamar kecilku. Perjalanan yang sesungguhnya baru akan dimulai.
-Bersambung-
Bakar buku dan hitamkan aku
Kelamkan sejarah dan hilangkan arah
Setiap aksara adalah pembenaran hitamnya
Semua saksi adalah mulut yang terisi
Ubah sejarah dengan darah
Rancang masa depan dengan ketakutan
Di bawah kekangan aku bersumpah
Kan ku hancurkan pilar-pilar setan
Sumpal bukti dengan saksi imitasi
Lafadzkan pembenaran dari setiap pergerakan
Kafirkan aku karena perbedaan
Seragamkan aku dengan kombinasi suci ala setan
"Karena buku sejarah ditulis dengan darah, dengan anggur dan nanah, dengan kotbah dan sampah"
Dan buku sejarah diubah dengan darah, dengan api tanpa arah, mulut terisi sampah, dan penyeragaman dengan ketakutan terarah
2016Okt13. Di ujung beranda sembari melihat langit berdarah. PashaFatahillahaK