.
Kau tak akan tahu, dalam gulungan padat ini semesta hanya jadi setitik debu. Di awal pertemuan lidah api dengan ujung gulungan ini, membumbung asap hijau yang membokongi isi hati. Di hisapan ke sekian, kau hanyalah sebuah titik ingatan. Jangan salahkan aku berlari pada tuhan sembilan senti karena aku tak menemukan lagi tempat pengaduan yang berarti.
.
Kau tak akan menyentuh pengertian pada sebait tawa yang aku keluarkan tanpa alasan. Kau hanya bertanya pada tiap sudut semesta yang juga tak tahu jawabannya. Kau tak akan menyentuh pengertian pada aksara yang aku bariskan. Namun jika suatu saat pengertian itu kau temukan, hanya ini yang bisa aku ucapkan : "Selamat menikmati bersama ratusan tangisan."
.
Hisapan selanjutnya, satu keputusan tercipta. Kamarku melesat menuju waktu yang sebelumnya tak terlihat. Di tengah bayang samar, aku melangkah pergi dan kau menatapku nanar. Tak lama, bayangan itu membuyar, kembali menarikku pada rangkaian realita kasar.
Di hisapan ini, aku tahu kesalahan hanya ada padaku sendiri.
Merasuk pada kegelapan, hanya ini yang bisa aku
sampaikan. Berbahagialah, asap yang bersarang di peparuku memaksaku mengalah. Tersenyumlah di pelukan lelakimu yang gagah. Bersyukurlah pada taghut yang kau puja sebab ia memberimu lelaki yang bisa memberimu lebih dari sekadar aksara tak berarah. Jangan gundah, kau tak bersalah. Dan jangan marah, aku hanya mabuk parah. Tunggulah, satu kotak kecil berisi satu gulungan sembilan senti, sekantung kecil bubuk kopi, satu baterai Blackberry, juga sebait aksara yang aku kebiri. Mereka adalah malaikat yang mengeluarkanku dari neraka.
Rabu, 20 September 2017. Pasha Fatahillah.
Untuk Kala, aku mengalah.
-Seluruh aksara ini diilustrasikan pada sebuah gambar utuh oleh Ushinawareta Omoide a.k.a Mita. The drawing belongs to her. Silahkan cek lamannya di ushinawareta-omoide.deviantart.com untuk karya hebat lainnya. Thank you, Mita. Nikmatilah, Mengertilah. Membacalah, Membaralah!-
