Mengumpat Aphrodite (Bagian Satu)

Agustus 27, 2017

Untuk pertama kalinya, aku pakai intro buat postingan macam ini. Well, buat apa lagi selain sebagai peningkat traffic? Aku jujur. Just cut that shit, ok? Sebenarnya ini adalah cerita pendek alias cerpen versi romansa dari cerita yang berlatar sama, yaitu "Jibril Untuk Korporat", yang pernah aku post di akun Facebook pribadiku kemarin-kemarin. Dan cerita ini bukan cerita bersambung, tapi sebuah cerpen yang aku potong-potong sehingga sambung-menyambung. Tunggu, apa masih bisa aku sebut cerpen? Atau sudah bertransformasi jadi cerbung? Ah, persetan! Just read it untuk romansa yang berbeda dari biasanya. Dan terima kasih untuk semua pihak yang bersedia kisah kita diceritakan dan dikembangkan oleh imajinasi tai. Hope you enjoy it, guys. Membacalah, membaralah!

-*-

Manusia-manusia ini banyak sekali, beratus-ratus orang membentuk antrian dengan satu pikiran yang sama, yaitu "Pekerjaan". Dan, sekarang aku bergabung dengan antrian itu. Apa sekarang aku harus menyebutnya "antrian ini"? Menulis adalah hal yang membingungkan.

Aku mengamati semua pelamar di antrianku. Wanita-wanitanya berusaha tampil sebaik-baiknya, ada yang ber-makeup tebal dan ada juga yang tipis membuatnya terlihat lebih manis. Lelakinya lebih terkesan cuek soal penampilan, termasuk aku. Rambut panjang, kumis tebal bahkan beberapa memiliki jambang yang seakan berkata "Peduli Setan". Aku menahan tawa. Semakin lama, antrian ini semakin panjang. Aku sudah ada di bagian paling depan dan hampir memasuki gerbang bioskop. Sesaat aku berpikir, apakah pekerjaan di bioskop ini sangat menjanjikan sampai-sampai antrian pelamar ini sangatlah panjang? Atau hanya jumlah pengangguran yang sangat banyak?

Di sampingku, ada wanita yang sedari tadi menyerempet tubuhku. Entah sengaja, entah karena kesal menunggu, aku tidak tahu dan tak mau tahu. Yang aku tahu hanyalah ia cantik. Apa aku harus pakai huruf kapital di bagian ini? Ya, ia CANTIK! Rambutnya tergerai seleher, wajahnya tidak terlalu tertutupi kosmetik, bibirnya merah muda tanpa lipstik dan bulu mata original-nya adalah pelengkap dari definisi "Cantik". Aku melihatnya sedang mengisi data diri pelamar. Jemari lentiknya menggenggam pena dengan mantap, menuliskan namanya. Sayangnya, aku tidak bisa melihat namanya karena mataku agak buram. Setelah ia selesai, ia memberikan formulir itu padaku.

"Ini, mau sekalian pinjam bolpennya?" katanya sembari menjulurkan formulir dan pena.
"Engga, gak usah. Aku punya kok. Makasih." jawabku sembari menerima formulir itu.

Aku menuliskan nama dan data diri lainnya. Sulit menulis sembari berdiri dan dilihat oleh puluhan orang yang tak sabaran. Itu adalah perasaan yang sungguh-sungguh menyebalkan. Setelah selesai, aku memberikannya pada lelaki yang sudah tak sabar di sampingku. Dan aku kembali memerhatikan wanita tadi.

Ia memainkan handphone-nya, mengakses Instagram. Tiba-tiba aku jadi sebal karena belakangan ini aku sedang membenci Instagram karena beberapa hal. Tapi, timbullah satu strategi untuk mengenal wanita menawan disampingku ini.

"Boleh di follow @pashafaak." kataku cuek dengan tatapan yang lurus ke depan. Ia melihatku bingung.

"Ooooh, iya-iya boleh-boleh," ia mengangguk-angguk lucu sambil sesekali tersenyum.
"Eeem, tadi namanya apa ya? Aku bingung. Tulis sendiri aja deh." lanjutnya sambil memberiku handphone-nya. Aku mengetik nama akunku di kolom pencarian lalu mengetuk tombol "Ikuti".

"Udah nih, follow back-nya nanti yaa. Handphone-ku mati." kataku mengembalikan handphone-nya. Bibir dan matanya tersenyum bersamaan. Astaga, itu adalah senyuman terindah yang pernah aku lihat. Apa? Aku belum pernah melihat eye-smile secara langsung dalam hidupku. And that was beautiful.

"Karena kamu udah follow aku, that means you will follow me everywhere I go." kataku tanpa menatapnya.

"Apa? Itu konyol, tauu!" katanya dengan nada manja. Lalu aku menatapnya.
"But maybe it'll be fun, though." mata dan bibirnya lagi-lagi tersenyum bersamaan. Aku melihatnya lalu timbul perasaan aneh. Perasaan yang membuatku kuat dan lemah dalam waktu yang bersamaan.

Antrian mulai melangkah memasuki gerbang bioskop. Aku bilang "You don't mind?" sembari menjulurkan tangan kiriku ke arah wanita itu. Lagi-lagi ia tersenyum lalu menyambut tanganku dengan tangan kanan lembutnya dan setelah itu, jemari kita saling berangkulan. Dia benar-benar masuk ke dalam daftar "Wanita Yang Aku Suka". Kami melangkah bersama.

Tak sampai sepuluh langkah, antrian kembali berhenti. Kini kami berada di lorong pemisah antara ruangan Ticketing dan The Lounge, tempat di mana calon penonton menunggu jadwal film bermain.

"Aku gak tahu namaku sendiri, loh." ia seperti berbicara dengan dirinya sendiri. Menaruh telunjuk kirinya di bawah bibir seperti gelagat orang yang sedang berpikir. Dia lucu. Aku tertawa kecil.

"Oh iya? Mungkin namamu Ningsih." aku menahan tawa.

"Tapi ko rasanya ga cocok yah kalau namaku Ningsih. Emm, aku coba cek akun Instagram, deh." ia membuka handphone-nya dengan tangan kiri. Tangan kanannya tak menunjukkan keinginan untuk melepaskan rangkulan jemariku. Aku coba ikuti permainan kecil "Tak Tahu Nama" ini dengan menundukkan kepala penasaran ke arah handphone-nya.

"Ooww, namaku..."

-Bersambung-

You Might Also Like

0 comments

Popular Posts

Like us on Facebook