Venus : Verbal
Agustus 13, 2017Malam telah mencapai puncak. Sunyi mengisi telinga tuk merusak. Kau yang semu kembali hadir di hadapanku. Di antara asap-asap beraroma khas, kau tersenyum dan membuatku mendambamu makin beringas. Kau mengulurkan tangan, aku menggenggam suatu yang hanya khayalan. Kau kembali hilang kala euforia di otakku menang. Semesta tertawa, aku ikut tertawa tanpa sebab dan tanpa ingat bahwa aku terluka.
Pagi menjelma dalam visual yang terdistorsi. Cahaya terlalu terang bagiku, namun gelap akan memberi luka baru tentangmu. Maka, aku pasrahkan pada terang, berharap tentangmu akan hilang. Namun semesta tak pernah mau berkonspirasi. Kau kembali hadir dalam dering pesan bertuliskan "Selamat Pagi.". Aku tersenyum tanpa sadar luka semakin ranum.
Percakapan kita makin panjang. Kau mengirimiku foto untuk menebus rindu yang meradang. Lalu janji membunuh waktu terucap, langkah mantapku berderap.
Senja merupa rasa, jingganya terlampau indah dalam mata. Kita bertemu di satu rutinitas yang sama. Melupa ruang bahwa ada yang lain selain kita. Sebab, sore ini,bagiku kau adalah pusat dunia.
Aku menunggumu di tepi danau berbatu, kau menghampiriku ceria tanpa ragu. Kita sangat dekat, tanpa suara kau dan aku menikmati hijau danau dan jingga senja. Hal terindah bersamamu adalah menikmati hening. Menepis fakta bahwa kau dan aku hidup di lingkungan yang bising. Mendengar napasmu mengalun indah bersama udara. Melihat pesonamu yang bersinergi dengan semesta. Hingga akhirnya kau mengajakku menebus janji. "Mari, kita mulai berpuisi." Itu katamu.
Masih senja, bumi mengamini doaku agar ia berotasi lebih lama. Kau dan aku mengeja kata demi kata. Merasuki suara dengan beragam rasa. Aku tak pernah tahu kemana rasamu bermuara. Tapi yang jelas, rasaku bermuara padamu dan hanya padamu. Tak lama, aksara membisu. Hanya camar dan kecipak ikan yang melagu. Aku memandangmu, jilbab itu melambai dihembus angin. Berkata "Aku menyukaimu", itu yang hatiku ingin. Namun sekali lagi, yang lemah ada untuk dikalahkan. Maka, aku kembali terdampar di sudut kesendirian.
Malam kembali, kau tak mengiringi. Aku merapal ingatan senja tadi, meresap memori tentangmu, melagukan penyesalan, meragukan akan ada kesempatan kedua di depan. Terbayang apa yang seharusnya aku lakukan tadi, menertawai diri,
Kau adalah mahakarya yang tak berani aku miliki.
Minggu, 25 Juni 2017.
Pasha Fatahillah
0 comments