Keyakinan

September 11, 2016

Keyakinan Regenerasi Yang Mati
"Pahami diri kamu sendiri, setelah kamu paham tentang itu maka kamu akan menemukan Tuhan disana. Entah itu Allah, Budha, Krishna, Yehwah atau Tuhan manapun itu. Yang jelas, kepercayaanmu ada pada diri kamu sendiri. Kamu gak perlu cari Tuhan kesana kemari, pahami saja diri kamu sendiri, apa yang telah kamu lalui dan dapatkan lalu coba pikir kembali siapa yang memberikan itu semua. Segalanya."
Kata-kata itu masih terngiang di kepala saya, perkataan dari seorang praktisi yoga budha semasa saya dalam perjalanan untuk mencari Tuhan. Perjalanan yang konyol dan nonsense bagi beberapa orang tapi sangat bermakna bagi saya. Saat saya menghabiskan banyak waktu dengan praktisi yoga itu untuk mencari Tuhan, saya mengalami banyak hal, bukan soal Tuhan tapi soal pemahaman diri dan lingkungan. Beliau mengajarkan saya tentang meditasi, bagaimana menaruh sikap yang tepat pada lingkungan, bekal hidup sehat dan lain-lain. Beliau hanya berbagi dan mengajarkan saya bekal hidup di dunia bukan bekal untuk mengejar Tuhan sesuai ajarannya, saya pikir ia tidak berminat untuk mengajak seseorang mengikuti ajarannya.
"Saya tidak ingin membawa kamu menuju nirvana melalui budha. Di hati kamu, hati kecil kamu, saya tahu bahwa iman kamu masih tertuju pada Allah, Tuhan kamu. Kenapa kamu harus mencari Tuhan saat kamu mempercayainya di hati kecil kamu? Itulah kenapa saya suruh kamu untuk memahami diri kamu sendiri, memahami seluk beluk bagian diri kamu dari mulai yang terbesar hingga yang terkecil, dari mulai yang terpenting hingga yang tidak penting. Pahami diri kamu sendiri, sentuh bagian terkecil dan terpenting dari kamu yaitu hati maka sekali lagi saya tekankan, kamu akan menemukan Tuhan disana." kata beliau dengan wajah yang teduh dan bercahaya, senyum selalu terlukis di bibirnya, tak pernah pudar.
Beliau yang meyakinkan saya dan hampir menyudahi perjalanan saya untuk mencari Tuhan, tapi karena saat itu saya masih tak bisa mengendalikan pikiran saat meditasi dan terlebih hati saya terlampau keras kecuali diluluhkan oleh satu orang pemeluk kepercayaan itu sendiri. Saya bodoh. Jika saya menyudahi perjalanan saat itu juga mungkin saya tidak akan menjadi seorang kafir terlalu lama, atau apa saat ini saya masih seorang kafir?
Ah sudahlah, perkataannya memanglah ditujukan ke sebuah hal khusus, tapi sebenarnya kita bisa menerapkan pada sesuatu yang lebih universal, to something we put faith on it. Yang terpenting adalah percayai apa yang kau percayai seutuhnya tak boleh ada cela, tak boleh ada ragu. Tuhan yang kau percaya, manusia yang kau percaya, cinta yang kau percaya-- percayalah mereka sepenuhnya.
Jika masih ada ragu walaupun setitik di benakmu, maka pejamkan matamu, alunkan nafas tenang di hidung dan mulutmu lalu jelajahilah setiap bagian dirimu. Disanalah, di bagian terkecil darimu, kau akan menemukan penawar ragu itu. Keyakinan pada apa yang kau pertaruhkan. Kepercayaan terbesar pada apa yang kau ragukan. Semesta ada di tanganmu, maka segalanya ada di hatimu.
Ah sudahlah, saya tak bermaksud untuk menggurui lagian saya terlalu muda untuk menjadi guru apalagi soal pelajaran hidup seperti ini. Tapi, itulah sedikit dari banyaknya pengalaman yang saya dapatkan. Semoga bermanfaat. Percayalah.

You Might Also Like

0 comments

Popular Posts

Like us on Facebook