Halusinasi Kesadaran Diri (Part 2)
September 14, 2016
Seketika semua bayangan itu hilang seiringan dengan keringat yang membanjiri wajahku dan sedikit masuk ke mulutku. Aku melihat ke sekeliling kamar Mulki, tidak ada apa-apa kecuali Mulki yang sedang mengotak-atik speaker mini-nya. Lagu Tame Impala keluar dari speaker itu, lagu yang selama ini di telingaku adalah kumpulan suara aneh dengan vokal yang seperti orang selesai sprint 10 kali mengelilingi GBK menjadi alunan musik yang nikmat saat ini. Aku memejamkan mata dan membiarkan telinga menyelesaikan tugasnya untuk menikmati alunan musik indah ini.
Dalam kegelapan pelupuk, pola-pola itu muncul kembali dengan berbagai macam warna yang makin terang. Beberapa membentuk gambar sempurna lafadz Allah yang indah dengan background lengkungan warna terang lalu membentuk pola baru semacam al- qur'an, pola itu menari-nari. Mataku perih lalu basah, aku menangis.
Tuhan itu ada, ada di mana-mana dan Ia menjadi proyeksi sempurna lewat LSD dari hati kecilku, aku tak pernah menyangkal adanya Tuhan, aku tak pernah melewatkan sedetik pun melupakan Allah. Hati kecilku mengirim sinyal ke otak atas rangsangan LSD lalu memproyeksikannya di kegelapan pelupuk ini.
Tuhan itu ada, ada di mana-mana dan Ia menjadi proyeksi sempurna lewat LSD dari hati kecilku, aku tak pernah menyangkal adanya Tuhan, aku tak pernah melewatkan sedetik pun melupakan Allah. Hati kecilku mengirim sinyal ke otak atas rangsangan LSD lalu memproyeksikannya di kegelapan pelupuk ini.
Musik tiba-tiba berhenti setelah berputar sangat lama, aku membuka mata dan Mulki tepat di hadapanku.
"Welcome back, lil' bro!" tangannya menepuk-nepuk puncak kepalaku.
Pandanganku kembali normal, tidak ada yang aneh.
"Efeknya udah hilang ki?" tanyaku dengan mata merah karena tangis.
"10 hours.... Yeah," jawabnya sembari melihat jam tangan jadulnya.
"Jadi, elu udah nemuin Tuhan?" Mulki tersenyum hangat.
Aku tidak menanggapi pertanyaan Mulki, aku hanya memejamkan mata karena merasa bersalah pada Tuhan selama ini.
Pandanganku kembali normal, tidak ada yang aneh.
"Efeknya udah hilang ki?" tanyaku dengan mata merah karena tangis.
"10 hours.... Yeah," jawabnya sembari melihat jam tangan jadulnya.
"Jadi, elu udah nemuin Tuhan?" Mulki tersenyum hangat.
Aku tidak menanggapi pertanyaan Mulki, aku hanya memejamkan mata karena merasa bersalah pada Tuhan selama ini.
"Let me tell you something, Gua pake LSD selama ini ga pernah menjadikan gua seorang atheis, LSD memberi gua Tuhan saat gua kehilangan kepercayaan. Mungkin cara gua salah tapi Tuhan hadir disini, di hati dan LSD membantu untuk menghadirkannya dengan halusinasi." kata Mulki, aku membuka mata untuk memerhatikannya.
"Gua... Takut.." aku duduk bersandar di tembok yang beberapa saat lalu warnanya menari-nari.
"Elu manusia, wajar kalau lu takut apalagi sama Tuhan. Elu masih takut sama Tuhan berarti elu ga pernah nyangkal ada Tuhan. Di pengalaman-pengalaman trip LSD gua, gua ga pernah jadi orang yang menuhankan benda ini justru gua sadar bahwa Tuhan hadir di mana-mana buat hambanya. Gua ga peduli kalau LSD ini nambah pundi-pundi dosa gua karena percayanya gua pada Tuhan malah bertambah besar karena ini, ya cara gua salah dan gua ga membenarkan hal ini buat lu," Mulki menyalakan sebatang rokok mild-nya lalu menyodorkan bungkusnya padaku. Aku ikut merokok.
"We're Lost Souls, bro. Kita tersesat, kita terus mencari jalan yang benar padahal penuntun jalan itu ada di hati kita sendiri. Cara gua adalah memakai LSD untuk memicu si penuntun jalan buat hadir di depan gua dan menunjukkan jalan yang benar. Halusinasi yang lu liat tadi bukanlah sepenuhnya efek LSD, tapi 98% hadir dari hati lu. Di hati lu, elu pengen kembali pada Tuhan maka hati mengirimkannya ke otak dan memproyeksikannya di pandangan elu, di pendengaran elu. Halusinasi tadi adalah proses kejujuran diri lu sendiri dari sekian banyak kebohongan yang lu luncurkan untuk elu sendiri. Elu membohongi diri sendiri selama ini! Elu menyangkal apa yang ada di hati elu, elu menyangkal apa yang jadi bagian dari lu!"
"Gua... Takut.." aku duduk bersandar di tembok yang beberapa saat lalu warnanya menari-nari.
"Elu manusia, wajar kalau lu takut apalagi sama Tuhan. Elu masih takut sama Tuhan berarti elu ga pernah nyangkal ada Tuhan. Di pengalaman-pengalaman trip LSD gua, gua ga pernah jadi orang yang menuhankan benda ini justru gua sadar bahwa Tuhan hadir di mana-mana buat hambanya. Gua ga peduli kalau LSD ini nambah pundi-pundi dosa gua karena percayanya gua pada Tuhan malah bertambah besar karena ini, ya cara gua salah dan gua ga membenarkan hal ini buat lu," Mulki menyalakan sebatang rokok mild-nya lalu menyodorkan bungkusnya padaku. Aku ikut merokok.
"We're Lost Souls, bro. Kita tersesat, kita terus mencari jalan yang benar padahal penuntun jalan itu ada di hati kita sendiri. Cara gua adalah memakai LSD untuk memicu si penuntun jalan buat hadir di depan gua dan menunjukkan jalan yang benar. Halusinasi yang lu liat tadi bukanlah sepenuhnya efek LSD, tapi 98% hadir dari hati lu. Di hati lu, elu pengen kembali pada Tuhan maka hati mengirimkannya ke otak dan memproyeksikannya di pandangan elu, di pendengaran elu. Halusinasi tadi adalah proses kejujuran diri lu sendiri dari sekian banyak kebohongan yang lu luncurkan untuk elu sendiri. Elu membohongi diri sendiri selama ini! Elu menyangkal apa yang ada di hati elu, elu menyangkal apa yang jadi bagian dari lu!"
Mataku membasah, tetes demi tetes air mata keluar dan terjun bebas ke lantai. Aku menyadari bahwa Tuhan tak pernah lepas dariku. Kata-kata Mulki menyadarkanku, halusinasi LSD menyadarkanku.
"Tiada Tuhan selain Allah, Di. Dan gua bersumpah gua mengakui itu di setiap seluk beluk bagian diri gua. Dan gua juga tahu di bagian terkecil elu mengatakan persis seperti apa yang gua katakan. Keep that in mind, will ya? For me, for God, for yourself. Gua mau nulis puisi dulu, tuh gua udah siapin black tea kesukaan elu di meja, minum dulu aja biar relax."
Tiada Tuhan selain Allah. Aku bersumpah bahwa aku mengakui itu di setiap bagian diriku.
-*-
"Kita bagai serigala yang tersesat dari kawanannya
Terus mencari dengan binar mata dan sinar bulan
Disesatkan oleh hembusan angin malam
Digelapkan oleh rimbun pohon hutan
Terus mencari dengan binar mata dan sinar bulan
Disesatkan oleh hembusan angin malam
Digelapkan oleh rimbun pohon hutan
Kawanannya melolong di puncak bukit
Kawanannya menggosokan badan di tiap batang pohon
Kawanannya terus memberi sinyal tanpa ada balasan
Kawanannya menunggu hingga lelah
Kawanannya menggosokan badan di tiap batang pohon
Kawanannya terus memberi sinyal tanpa ada balasan
Kawanannya menunggu hingga lelah
Sedang serigala itu terus mencari dengan mata
Dengan rayuan rembulan
Tanpa perlu merasa membuka telinga dan hidungnya
Tanpa perlu merasa bahwa ia mempunyai harta yang lebih jujur daripada mata
Dengan rayuan rembulan
Tanpa perlu merasa membuka telinga dan hidungnya
Tanpa perlu merasa bahwa ia mempunyai harta yang lebih jujur daripada mata
Ia kelelahan
Tersesat di tengah hutan tanpa sedetik pun melihat kawanan
Ia kelelahan
Ia mati ditelan bulan
Tersesat di tengah hutan tanpa sedetik pun melihat kawanan
Ia kelelahan
Ia mati ditelan bulan
'Serigala' 14 September XXXX,"
"Gimana? Bagus ga Di?" tanya Mulki setelah membacakan puisinya di hadapanku.
Aku menangis lagi.
-TAMAT-
0 comments