Halusinasi Kesadaran Diri (Part 1)

September 13, 2016

Halusinasi Kesadaran Diri Regernerasi Yang Mati
"Gini loh Di, gua pake LSD itu bukan karena gua cari pelarian. Gua adalah orang yang imajinatif dan penuh dengan rasa penasaran, gua selalu membayangkan bagaimana isi perut bumi, bentuknya, seberapa luas langit atau bahkan seberapa luas semesta. Tapi gua sadar, gua cuma manusia yang kecil kalo dibandingkan dengan hal-hal itu, jadi sebelum gua cari tahu tentang semesta, gua mulai cari tahu tentang diri sendiri. Dan LSD adalah alat bantu untuk itu," kata Mulki dengan santai sembari menunjukkan aku satu kertas kecil bergambar 'smiley' di ujung telunjuknya, LSD-- Lyshergic Acid.... Ah entahlah, namanya rumit. Yang aku tahu itu adalah benda yang termasuk psikotropika golongan 1.
"Gua cari tahu tentang diri sendiri lewat meditasi dan LSD. Meditasi yang bantu gua dengan sudut pandang gua sendiri dari dalam hati dan LSD bantu gua dengan sudut pandang yang bermacam-macam." lanjutnya.
"Maksudnya 'sudut pandang yang bermacam-macam' itu apa?" tanyaku sembari menggaruk kepala yang tidak gatal.
"Pake ini dan elu bakal tahu," Mulki menyodorkan LSD itu padaku, aku hanya melihat kertas kecil itu dengan tatapan ragu.
"You're lookin for god, right? God is inside this acid."
Aku bingung, Tuhan di dalam kertas kecil bergambar bulatan kuning yang sedang tersenyum? Itu konyol. Tapi rasa penasaran mengelilingi sekujur pikirku, rasa ingin tahu bagaimana menemukan Tuhan dalam sebuah psikotropika. Pada akhirnya, aku meraih LSD itu lalu meletakannya di ujung lidah. Pada awalnya sedikit pahit tapi setelah itu tak ada rasa apapun.
30 menit berlalu, rasa yang aneh tiba di otakku, perasaan dingin yang teramat sangat menutupi sekujur tubuhku tapi aku enggan menggigil. Perlahan-lahan rasa dingin itu menghilang dan pandanganku menjadi aneh. Dinding kamar Mulki yang berwarna-warni tiba-tiba seperti keluar, warna itu menari-nari, tanaman di pojok kamar Mulki terlihat seperti bernafas dan suara-suara aneh terdengar di telingaku.
"You're stupid, insane!" "We're fools." "Kau adalah sebuah kecacatan yang diciptakan Tuhan." "Tuhan itu ada dan kau tak pernah mau mengakuinya!" "Kau bodoh!"
Semua suara-suara bisikan itu terdengar di telingaku, membuatku merasa bersalah dan gila.
"Ki, mereka siapa ki?! Suara-suara itu siapa ki!!"
"Face your fears! You're on first step to take a trip. Just let it flows, close your eyes and you'll see."
Aku menutup mata seperti yang diperintah Mulki, gelap. Namun tiba-tiba pola-pola aneh muncul dari kegelapan pelupuk. Segitiga, kotak-kotak yang tak beraturan dan lengkungan-lengkungan berbagai macam warna muncul di tengah kegelapan, menyeramkan namun indah. Lalu muncul sebuah pola sempurna yang membentuk semacam galaksi Bima Sakti yang pernah aku lihat di video NASA, indah. Disana ada bola-bola besar yang mengelilingi bola cahaya, dan aku bisa merasakan panas dari cahaya itu, di urutan ketiga bola yang mengelilingi cahaya itu terlihat seperti Bumi, hijau dan biru laut yang menyala. Aku fokus pada bola bumi itu lalu pola itu hancur dan membentuk scene dimana ada Mulki dan aku yang sedang memejamkan mata, di kamar ini -- Astaga!
Aku membuka mata dan semua bayangan aneh itu menghilang.
"Ki, apaan ini? Gua takut." kataku dengan suara yang gemetar. Mulki bergeming, tak berbicara apapun, ia hanya memejamkan mata dan mengalunkan nafas teratur dalam posisi bersila sempurna.
Lalu aku melihat lurus ke depan, ke dinding warna-warni lalu disana tiba-tiba ada ibuku.
Ibu sedang duduk dengan ayahku, menunjuk-nunjuk buku yang sedang dibaca seorang anak, anak itu..... Aku!
Ini adalah memori masa kecilku dulu, aku ingat betul kalau aku sedang membaca buku panduan sholat untuk anak-anak. Aku sedang belajar sholat. Aku ingat, aku sedang memperagakan gerakan sholat dan ibu menertawaiku karna posisi sujud yang tidak benar, posisi jemari kakiku yang tidak mengarah ke kiblat. Aku ingat, dan semua ini terulang persis di hadapanku dengan sudut pandang yang berbeda. Apa ini?!
Tubuhku gemetar dan basah karena keringat, mataku juga basah karena menangis, aku rindu suasana seperti itu, suasana dimana aku dibesarkan dengan kasih sayang yang lengkap dari dua orang yang aku sebut papa dan mama. Aku rindu.
Sejurus kemudian bayangan itu menghilang, menyisakan dinding warna-warni yang menari-nari. Lalu aku mendengar suara-suara indah, mereka berbeda satu sama lain tapi malah membentuk kesinambungan nada dan seperti membentuk musik. Suara-suara itu mengalun sesuai dengan tarian warna dinding di hadapanku, apa ini? Apa ini suara warna? Aku menikmati 'musik' yang indah ini, aku memejamkan mata dengan kepala mengayun ke kanan dan kiri seperti sedang mendengarkan simfoni orkestra terhebat dunia. Lalu suara itu malah menghilang dan digantikan dengan suara dengungan keras yang memekakkan telinga, spontan aku berteriak dan tubuhku menggelepar di lantai. Aku melihat ke sekeliling tapi Mulki tidak ada dan ruangan ini bukanlah kamar Mulki, ini kamarku.
Aku melihat anak yang menangis di tengah ruangan sembari menggenggam buku kisah 25 nabi, anak itu... Aku lagi!
Kulihat anak itu melempar buku yang digenggamnya, ia marah, dari mulutnya keluar sumpah serapah pada Tuhan.
"Kau tidak adil! Mana bukti dari 99 namamu?! Kau pembohong! Kau hanyalah taghut yang cacat! Jika kau nyata, aku bersumpah akan mencarimu hingga nafas terakhirku!" kata anak itu dengan kepala mendongak dan mengacung-acungkan lengannya ke langit.
Aku tidak ingat scene ini, aku merasa tidak pernah melewati ini sebelumnya. Aku sedih melihat anak itu, sedih melihat aku, aku memejamkan mata sejenak lalu kembali membuka mata dan aku kembali di kamar Mulki. Mulki masih santai duduk bersila.
Apa-apaan ini semua? Aku tidak mengerti. Ini menyeramkan.

You Might Also Like

0 comments

Popular Posts

Like us on Facebook