Romansa Apokaliptik

September 10, 2022

Malam sepekat aspal

Bintang adalah wadal
bagi legiun Jibril dan kuasa Manunggal
Candra meramu haru,
Bima kehilangan ilmu
Menunggu suspensi waktu

Ketika siang tiba
Matahari berorkestra pun berdansa
Lengan dan lidah meliuk jumawa
Akhir adalah mentari merapal mantra


Bumi menangis meronta
Ancala menggorok Swastamita
Samudera mengasuh suhu neraka
Dan manusia,
adalah debu-debu terhempas ke angkasa

Bintang-bintang meledak mundur ke belakang
Cahaya berlomba tanpa oponen
Tubuh-tubuh selestial saling berperang
Semesta menuju final permanen


Maka, ketika setiap hidup menancap markah
Ketika putih dan kuning bermakna sama
Ketika juru selamat tak luput dari celaka
Dan tiap Adam dan Hawa,
Adalah Iblis yang tercekik di balik pintu Malik

Maukah kau melupa?
Sebab malam bukanlah aspal, adalah kanvas
Bintang akan terus bernapas hingga lapisan langit paling atas
Bulan akan terus mengasuh cacatnya,
Untuk disempurnakan kembali seperti semula
Dan Bima tetaplah Sakti
Dan waktu akan terus berlari

Matahari berdansa sejak awal, bukan hal baru bila Ia membinal

Sebab Bumi berseru, bukan meronta
Ancala hanya merangkul Swastamita
Samudera tetap sejuk seperti biasa
Dan manusia,
Adalah partikel kuno yang menghidupi semesta

Bintang meledak mundur ke belakang,
Sebuah reuni dari masa depan
Berkumpul di satu titik waktu bertajuk;
"Adam dan Hawa, Kau dan Aku"
Dan Malik akan berkompromi dengan Ridwan pada akhirnya

Sayang, inilah kiamat
Bukankah hebat bila kau dan aku menolak tamat?


10 September 2022, untuk Kemenangan.
Di atas papan keberuntungan.

Pic credits:

You Might Also Like

0 comments

Popular Posts

Like us on Facebook