Ulang Tahun adalah Peringatan Hari Berhitung
April 03, 2021
Segala yang ditindakkan begitu saja seharusnya tidak membebani kita dengan kecemasan. Betul, agaknya. Belakangan aku lebih kerap berpikir atas hal remeh-temeh, yang bagi orang normal (entah kapan terakhir kali aku merasa diriku normal), bukan untuk dilagakan di kepala.
Happy birthday. You survived one more year.
Cuma soal ucapan ulang tahun. Fuck my mind! Betulkah harus kuucapkan demikian? Happy birthday atau selamat ulang tahun? Tapi apanya yang “happy” dan apanya yang “selamat”?
Barangkali, satu-satunya hal yang patut diselamati adalah: kita bertahan. Selamat bahwa kita tidak memutuskan mati mandiri. Selamat bahwa kita adalah penyintas yang jujur terhadap waktu kita sendiri.
Demi persoalan ini, aku berulang kali kembali ke halaman 129 buku Ziarah-nya Iwan Simatupang. Bahwa bunuh diri adalah tindak asusila. Bahwa kematiannya adalah rangkap dua. Bahwa kita mengambil dua peran dalam satu tindakan: sebagai pembunuh dan korban terbunuh. Dan hal ini akan memperpanjang masa hidup penderitaan.
Maka, selamat ulang tahun! Bagi siapa pun, di mana pun. Sekalipun tidak di sini.
Persoalan tidak selesai. Karena bagi orang dewasa (atau yang hendak dewasa), persoalan angka adalah persoalan sesungguhnya. Sebagaimana kita diajari sedari kecil untuk menghitung umur. Kita dibesarkan melalui perhitungan-perhitungan dalam segala aspek: umur, berat badan, tinggi badan, nilai belajar, urutan, uang, uang, uang.
Dia lebih dulu sampai di tahun ke-21.
Dia lebih dulu sampai pada angka sial yang orang-orang sebut: dewasa, diekori kata lain: tanggung jawab.
Aku bersungguh-sungguh, sial betul hidupmu jika kamu dewasa hanya membawa pikiran dan bekas cita-cita yang hanya berhenti sebagai cita-cita. Lalu kita menjadi rasionalis yang kacau: kita menjadi budak situasi.
Kuakhiri dengan masam.
Ganti sepatu, lanjut berjalan!
29 Maret 2021, Moon.
0 comments