Varia Bandung 2019

Februari 17, 2021


Bagiku, Bandung adalah saksi lahirku yang sekali dan matiku berkali-kali. Dari aku dikeluarkan paksa dari rahim di Cibabat hingga kehilangan yang membunuhku di pojokan Sirnaraga, juga sabetan peluru di tengah Cikutra. Bagiku, Bandung adalah gelap dan cahaya yang jadi katalis bagiku melompati usia. Dari aku yang kehilangan Tuhan di terasingnya Banjaran hingga menemukan-Nya kembali di antara hangit Terminal Dago. Bagiku, Bandung adalah Cupid yang tepat memanah dan mencabutnya kembali menyisakan darah. Dari kanker yang berusaha mencabut nyawa di Immanuel hingga perpisahan khas drama di Husein Sastranegara, dari pertemuan indah di bawah hujan Baleendah hingga cinta ditemukan saliva yang bersinergi dengan vodka di Pasir Kaliki.

Bagiku, Bandung adalah rangkuman semesta; serupa toserba, Bandung memiliki segalanya. Di pojok-pojok, preman bermain Tuhan, korporat mencoba merangkul iman. Di pusat kota, mahasiswa kini berpolitik dengan vodka dan mocca, berandal masih handal menerjemahkan sastra di tengah stigma amoral. Cinta selalu melabuhkan diri di sepanjang trotoar Pasar Baru dan hotel-hotel yang menganggap pajak adalah hal yang tak perlu. Cupid adalah germo, Aphrodite memperbanyak diri di lingkaran prostitusi. Bagiku, Bandung terlalu lengkap untuk dijabarkan satu per satu.

Bagiku, Bandung adalah setan dan Tuhan, surga dan neraka, rumah dan tuju jelajah, ganja dan sianida. Bandung perlu ditinggal pergi agar sebagai rumah, ia tak kehilangan esensi. Bandung perlu melahirkan setan agar sebagai Tuhan, ia tak kehilangan kepercayaan. Di bagian ini, Bandung adalah aku.

26 Februari 2019, Pasha Fatahillah.

You Might Also Like

0 comments

Popular Posts

Like us on Facebook