1440 Hari
Februari 07, 2017Perihal berjuta cerita yang tak bisa kuceritakan, perihal berjuta tawa yang lelah kutertawakan, perihal berjuta sakit yang lelah tuk disakiti, perihal berjuta rasa yang kelak menemui akhirnya. Manusia datang dan pergi, bertemu dan berpisah, berjuta wajah yang berbeda warna dan rasa seakan jadi pemanis alami bagi pahitnya hidup ini. 1440 hari, aku bulatkan, kita menempuh itu semua bersama meski aku tahu tak satupun dari kita yang menyadarinya. Tak satupun hingga saat ini.
Ada kala salah satu dari kita dikucilkan, ada kala kita saling membutuhkan, ada kala problema mengetuk kepala hingga membentuk kepalan tapi yang selalu aku ingat adalah tawa, tangis dan berjuta rasa lainnya. Beberapa dari kita tak pernah akrab, membentuk kubu-kubunya sendiri untuk kemudian saling menghina di titik buta, tapi bukankah itu sifat alami manusia? Maka maafkan aku atas semua kealamianku, kealamianmu pun sudah kumaafkan. 1440 hari, aku bulatkan, bukanlah waktu yang sebentar. Kita pernah tahu bagaimana wajah setiap dari kita kala masih memakai seragam biru, kita pernah tahu bagaimana sebelum wajah-wajah ini dihiasi bulu, kita pernah tahu bagaimana tawa tulus pecah di keheningan tanpa pretensi apapun, kita pernah tahu rasa cinta yang merekah lalu memperebutkannya. 1440 hari.
Sekejam-kejamnya hal di dunia ini tidak ada yang lebih kejam daripada waktu, ia berjalan tanpa kita sadari, menggerus tiap kenangan untuk kemudian ia berlari pergi. Maka, izinkan aku berceloteh tentang kalian sebelum waktuku atau waktumu habis. Aku mengenal banyak orang di ruang lingkup ini. Ada akademisi, ada yang sekadar hadir lalu pergi, ada yang hadir hanya untuk tertawa dan tertawa lagi, ada juga yang hadir hanya untuk formalitas bumi. Aku mengenal mereka semua. 1440 hari adalah waktu yang lebih dari cukup untuk mengenal itu semua. Dari dua blok yang ada, aku mengenal rupa-rupa warna. Aku mengenal bagaimana tulisan tanganmu, aku mengenal bagaimana aroma tubuhmu, aku mengenal asap mana yang lebih kau suka, aku mengenal kopi mana yang menurutmu lebih nikmat, aku mengenal semuanya. Izinkan aku mematrinya dalam memori agar mereka tak bisa pergi, agar bila suatu saat kalian datang ke rumahku, aku tahu apa-apa yang harus disediakan.
Kawan, aku tak memintamu untuk mengingatku. Tidak penting. Aku hanya ingin kalian mengingat bahwa aku mengingat setiap inci dari kalian. Kawan, aku tak memintamu merantai memori, biar kenangan itu berkeliaran hingga suatu saat bila kau sedang jenuh ia akan melintas di benakmu.
Kawan, aku tak memintamu membaca, aku tahu beberapa dari kalian sangat enggan melihat aksara, aku hanya memintamu menyalin tulisan ini dimanapun kau mau, hingga bila suatu saat kau merindu salah satu, kau bisa melihat barisan aksara ini.
Kawan, ada satu hal lagi yang aku minta. Bila suatu saat aku mati, mohon lupakanlah berapa ribu uang yang aku "pinjam" dari kalian.
1440 hari. Dari tawa hingga elegi, dari canda hingga caci maki, dari rangkulan hingga kepalan, dari bergandengan hingga perpisahan. Dari itu semua, aku melangitkan doa yang terbaik untuk kalian.
Aku, Pasha Fatahillah yang selalu mengagumi kalian.
7 Februari 2017.
0 comments